Perludiketahui, bahwa ketika Khalifah Umar r.a. masih hidup, Muawiyah bin Abu Sufyan sudah beberapa tahun lamanya menjabat sebagai kepala daerah Syam. Ia diangkat sebagai kepala daerah oleh Umar Ibnul Khattab r.a. Sejarah kemudian mencatat, bahwa yang diperkirakan oleh Khalifah Umax r.a. menjelang akhir hayatnya menjadi kenyataan.
- Umar bin Khattab merupakan Khulafaur Rasyidin kedua, yang memimpin setelah Abu Bakar. Pada masa kepemimpinannya, umat Islam muncul sebagai kekuatan baru di wilayah Timur Tengah. Umar bin Khattab menjadi khalifah selama sepuluh tahun, yakni antara 634 hingga tahun resmi menjadi Khulafaur Rasyidin kedua menggantikan Khalifah Abu Bakar, yang meninggal pada 634. Berikut ini proses terpilihnya Umar bin Khattab menjadi Khalifah Khulafaur Rasyidin. Baca juga Umar bin Khattab, Sahabat yang Pernah Berniat Membunuh RasulullahTerpilih berdasarkan wasiat Abu Bakar Setelah wafatnya Nabi Muhammad pada 632, Abu Bakar resmi menjadi khalifah umat Islam saat itu. Ketika Abu Bakar menjadi Khulafaur Rasyidin pertama, Umar bin Khattab berperan sebagai penasihat kepala. Begitu Abu Bakar meninggal, Umar ditunjuk untuk menggantikan posisinya menjadi Khulafaur Rasyidin kedua. Ditunjuknya Umar sebagai khalifah kedua merupakan peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Islam. Dalam riwayat, disebutkan bahwa Umar diangkat menjadi khalifah pada Jumadilakhir bulan keenam tahun 13 Hijriah. Haltersebut menandakan bahwa Umar menomor satukan agama dan akhlak dari calon menantunya itu. Oleh sebab itu, bagi para orangtua pilihlah menantu yang baik agamanya. Jangan hanya memandang faktor fisik dan hartanya saja. Demikianlah ulasan mengenai cara Umar bin Khattab memilih menantunya. Baca Juga: Bacalah Doa ini Agar Urusan Dipermudah. Kehidupan Khalifah Umar bin Khattab tidak lepas dari memperhatikan kesejahteraan, keamanan, dan keadilan warganya. Suatu ketika Umar mendapat laporan bahwa putra Gubernur Mesir telah menempeleng seorang warga negara tanpa sebab berarti dibanding perlakuan yang telah didapatnya itu. Seketika, Umar segera memanggil sang Gubernur yang tak lain adalah Amr bin Ash untuk menghadapkan putranya dan mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dinilai sewenang-wenang itu. Di hadapan Gubernur Mesir dan putranya itu, Khalifah Umar memperlihatkan ketegasannya dengan kata-kata yang hingga kini termasyhur menjadi sebuah doktrin. Umar berkata Ilaa mataa ista’badtum an naasa wa qod waladathum ummahatuhum ahroron? Sampai kapan kalian memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan merdeka? Konon, menurut riwayat yang diceritakan oleh KH Saifuddin Zuhri dalam buku karyanya Berangkat dari Pesantren 2013 itu, doktrin Sayyidina Umar tersebut yang menguatkan jalan perjuangan para kiai dan ulama di Indonesia dalam mengusir penjajah dari tanah air. Dalam sejarahnya, keprihatinan dan peran sentral para kiai dari kalangan pesantren dalam menghidupkan kesadaran bangsa Indonesia untuk merdeka dari kungkungan penjajah begitu tinggi. Bahkan atas langkahnya itu, pesantren selalu mendapat sorotan dari pihak kolonial karena dianggap mampu memobilisasi kekuatan rakyat untuk melakukan perlawanan. Bagi bangsa Indonesia, perlawanan wajib dilakukan kepada penjajah atas perlakuannya yang tidak berperikemanusiaan. Ketegasan Khalifah Umar kepada Amr bin Ash bukan kali itu saja. Amr bin Ash berencana akan membangun sebuah masjid besar di tempat gubuk tersebut dan otomatis harus menggusur gubuk reot Yahudi itu. Lalu dipanggil lah si Yahudi itu untuk diajak diskusi agar gubuk tersebut dibeli dan dibayar dua kali lipat. Akan tetapi si Yahudi tersebut bersikeras tidak mau pindah karena dia tidak punya tempat lain selain di situ. Karena sama-sama bersikeras, akhirnya turun perintah dari Gubernur Amr bin Ash untuk tetap menggusur gubuk tersebut. KH Abdurrahman Arroisi dalam salah satu jilid bukunya 30 Kisah Teladan 1989 menjelaskan, si Yahudi merasa dilakukan tidak adil, menangis berurai air mata, kemudian dia melapor kepada khalifah, karena di atas gubernur masih ada yang lebih tinggi. Dia berangkat dari Mesir ke Madinah untuk bertemu dengan Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab. Sepanjang jalan si Yahudi ini berharap-harap cemas dengan membanding bandingkan kalau gubernurnya saja istananya begitu mewah, bagaimana lagi istananya khalifahnya? Kalau gubernrunya saja galak main gusur apalagi khalifahnya dan saya bukan orang Islam apa ditanggapi jika mengadu?” Sesampai di Madinah dia bertemu dengan seorang yang sedang tidur-tiduran di bawah pohon Kurma, dia hampiri dan bertanya, bapak tau dimana khalifah Umar bin Khattab? Dijawab orang tersebut, ya saya tau, Di mana Istananya? Istananya di atas lumpur, pengawalnya yatim piatu, janda-janda tua, orang miskin dan orang tidak mampu. Pakaian kebesarannya malu dan taqwa. Si Yahudi tadi malah bingung dan lalu bertanya sekarang orangnya di mana pak? Ya di hadapan tuan sekarang. Gemetar Yahudi ini keringat bercucuran, dia tidak menyangka bahwa di depannya adalah seorang khalifah yang sangat jauh berbeda dengan gubernurnya di Mesir. Sayiddina Umar bertanya, kamu dari mana dan apa keperluanmu? Yahudi itu cerita panjang lebar tentang kelakuan Gubernur Amr bin Ash yang akan menggusur gubuk reotnya di Mesir sana. Setelah mendengar ceritanya panjang lebar, Sayyidina Umar menyuruh Yahudi tersebut mengambil sepotong tulang unta dari tempat sampah di dekat situ. Lalu diambil pedangnya kemudian digariskan tulang tersebut lurus dengan ujung pedangnya, dan disuruhnya Yahudi itu untuk memberikannya kepada Gubernur Amr bin Ash. Makin bingung si Yahudi ini dan dia menuruti perintah Khalifah Sayyidina Umar tersebut. Sesampai di Mesir, Yahudi ini pun langsung menyampaikan pesan Sayyidina Umar dengan memberikan sepotong tulang tadi kepada Gubernur Amr bin Ash. Begitu dikasih tulang, Amr bin Ash melihat ada garis lurus dengan ujung pedang, gemetar dan badannya keluar keringat dingin lalu dia langsung menyuruh kepala proyek untuk membatalkan penggusuran gubuk Yahudi tadi. Amr bin Ash berkata pada Yahudi itu, ini nasehat pahit buat saya dari Amirul Mukminin Umar bin Khattab, seolah-olah beliau bilang hai Amr bin Ash, jangan mentang-mentang lagi berkuasa, pada suatu saat kamu akan jadi tulang-tulang seperti ini. Maka mumpung kamu masih hidup dan berkuasa, berlaku lurus dan adillah kamu seperti lurusnya garis di atas tulang ini. Lurus, adil, jangan bengkok, sebab kalau kamu bengkok maka nanti aku yang akan luruskan dengan pedang ku. Singkat cerita, setelah melihat keadilan yang dicontohkan Sayyidina Umar tersebut, akhirnya Yahudi itu menghibahkan gubuknya tadi buat kepentingan pembangunan masjid, dan dia pun masuk Islam oleh karena keadilan dari Umar bin Khattab. Penulis Fathoni Ahmad Editor Muchlishon
Demikianlahsahabat bacaan madani ulasan tentang strategi dakwah pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Sumber Modul 3 Perkembangan Islam Masa Khulafaur Rasyidin, Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan Kementerian Agama Republik Indonesia 2018. Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap
Pertanyaan Bagaimana dahulu Negara Islam mengatur dirinya? Bagaimana pemerintahan pada generasi pertama? Teks Jawaban Alhamdulillah. Seorang penguasa muslim harus mengangkat orang-orang yang benar-benar memiliki kompetensi untuk menduduki jabatan-jabatan penting. Diapun harus membentuk majelis syuro dari kalangan pakar dari berbagai spesilisasi. Tidak boleh jabatan tersebut diberikan kepada orang-orang awam atau orang bodoh untuk memilih kerabatnya atau orang segolongannya atau memilih siapa yang membayarnya lebih besar. Syekh Shaleh bin Fauzan Al-Fauzan hafizahullah berkata, “Jabatan selain kepemimpinan tertinggi, penetapannya berada di tangan pemimpin. Yaitu hendaknya dia memilih orang-orang yang kompeten dan amanah dan membantu mereka Allah Ta’ala berfirman, إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” SQ. An-Nisaa’ 58 Pesan dalam ayat ini ditujukan kepada para pemimpin. Yang dimaksud amanah dalam ayat di atas adalah jabatan dalam sebuah Negara yang Allah jadikan sebagai amanah di tangan para pemimpin. Menunaikannya adalah dengan memilih orang-orang yang kompeten dan terpercaya, sebagaimana para Nabi dan para pemimpin sesudahnya memilih orang-orang yang layak untuk menduduki sebuah jabatan agar dapat ditunaikan dengan semestinya. Adapun pemilihan yang dikenal sekarang di beberapa Negara bukalah system Islam, karena di dalamnya mengandung kekacauan, interest pribadi, konflik kepentingan, serakah, terjadinya fitnah, tertumpahnya darah sementara tujuannya tidak tercapai, bahkan justeru akan menjadi sarana tawar menawar, jual beli dan slogan-slogan dusta.” Jaridah Aljazirah, edisi 11358 Dahulu seorang khalifah atau pemimpin memegang kepemimpinan Negara melalui tiga cara; Cara pertama; Dipilih oleh Ahlul halli wal Aqdi. Misalnya penetapan kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shidiq. Kekhalifahannya ditetapkan berdasarkan pemilihan dari Ahlul halli wal aqdi, kemudian para shahabat akhirnya sepakat dan berbaiat kepadanya dan mereka ridha dengan kekhalifahannya. Demikian pula halnya penetapan kekhalifahan Utsman bin Affan radhiallahu anhu, saat Umar bin Khattab memerintahkan agar khalifah sesudahnya ditetapkan setelah diadakan syuro oleh enam orang shahabat utama. Maka kemudian Abdurrahman bin Auf bermusyawarah dengan kalangan Muhajirin dan Anshar. Maka saat dia melihat kecenderungan masyarakat keseluruhannya kepada Utsman, maka beliau berbai’at kepadanya, kemudian sisanya dari tim enam tersebut berbai’at kepadanya, kemudian kaum muhajirin dan Anshar berbaiat kepadanya. Maka ditetapkanlah Utsman sebagai khalifah berdasarkan pemilihan dari Ahlul halli wal aqdi, kemudian para shahabat sepakat dan berbaiat kepadanya serta rela dengan kekhilafahannya. Demikian pula halnya dengan Ali bin Thalib radhiallahu anhu, beliau ditetapkan sebagai khalifah dengan cara dipilih oleh lebih dari seorang Ahlul halli wal aqdi. Cara kedua; Kekhalifahan dengan cara menetapkan putra mahkota dari khalifah sebelumnya. Yaitu dengan cara seorang khalifah menetapkan penggantinya secara definitive sebagai khalifah sesudahnya. Misalnya penetapan Umar bin Khatab sebagai khalifah. Beliau ditetapkan oleh penentuan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu anhu sebagai penggantinya. Cara ketiga Dengan kekuatan dan kemenangan. Jika seorang khalifah menundukkan sebuah bangsa dengan pedang dan kekuasaannya, lalu situasi aman terkendali, maka diwajibkan mendengar dan taat kepadanya dan jadilah dia sebagai pemimpin kaum muslimin. Contohnya adalah sebagian khalifah Bani Umayyah, Khalifah Bani Abbasiah dan orang sesudahnya. Ini adalah cara yang bertentangan dengan syariat, karena meraih kekuatan dengan merampas dan kekuatan, akan tetapi karena besarnya pengaruh keberadaan seorang penguasa yang memerintah rakyatnya dan besarnya kerusakan akibat hilangnya keamanan di sebuah negeri. Orang yang mendapatkan kekuasaan melalui pedang dan kekuatan wajib didengar dan ditaati jika dia menang dan berhukum kepada syariat Allah Ta’ala. Syekh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Seandainya seseorang merebut kekuasaan dan kemudian dia berkuasa, maka masyarakat harus mengakuinya, walaupun dipaksa bukan keridhaan mereka karena dia merebut kekuasaan dengan paksa. Sebabnya adalah, jika orang yang telah merebut kekuasaan tersebut direbut lagi kekuasaannya, maka akan timbul kerusakan yang besar. Hal ini sebagaiman terjadi pada pemerintahan Bani Umayah, diantara mereka ada yang merebut kekuasaan dengan paksa dan kekuatan, lalu dia menjadi khalifah dan dipanggil sebagai khalifah, maka orang seperti itu wajib ditaati sebagai bentuk pengamalan atas perintaha Allah Ta’ala. Syarah Al-Aqidah As-Safariniah, hal. 688. Untuk tambahan dalam bab ini dan mengenal bagaimana tata kelola Negara serta pembagian tugasnya, lihat kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah” Abu Hasan Al-Mawardi Asy-Syafii, “Al-Ahkam As-Sulthaniyah” Abi Ya’la Al-Farra Al-Hambali, Kitab “At-Tartib Al-Idariyh.” Al-Katny. Di dalamnya terdapat banyak informasi. TeladanKebijakan Umar bin Khattab Saat Wabah Penyakit. Umar bin Khattab memilih jalan menyelamatkan dibanding merusak. Dalam kitab Ash-Shahihain diceritakan, suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab Ra mengunjungi negeri Syam. Dia kemudian bertemu dengan Abu Ubaidah dan sahabat-sahabat lainnya. Dalam perbincangannya, mereka melaporkan kepada Jakarta - Menjelang wafat, Khalifah Umar bin Khattab sempat ditanya oleh salah seorang sahabat bernama Mughirah. Umar ditanya soal siapa yang akan menggantikannya sebagai khalifah, pemimpin umat Islam nantinya. Umar yang saat itu sedang terbaring sakit karena enam tusukan pisau beracun merasa serba salah dan berat untuk menjawabnya. Sebab Rasulullah SAW saat meninggal, tidak menyebutkan siapa yang akan menjadi khalifah. Ketika Abu Bakar Ash Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tak ada pertentangan di antara para sahabat. Sebab mereka semua mengakui keutamaan Abu Bakar Ash Shiddiq saat akan meninggal sempat bermusyawarah dengan para sahabat yang akhirnya memutuskan bahwa Umar bin Khattab menjadi khalifah. Penunjukkan Umar sebagai khalifah menggantikan Abu Bakar juga tak menimbulkan polemik. Ketika itu Umar dianggap sebagai orang yang paling kuat dan utama menjadi berbeda dihadapi menjelang Umar bin Khattab wafat. Sang Amirul Mukminin itu awalnya tak ingin menentukan calon penggantinya ketika dia meninggal dunia. Namun para sahabat mendesak agar dia menunjuk nama penggantinya."Wahai Umar bin Khattab, apakah engkau ingin mengangkat Abdullah putramu sebagai pengganti," tanya salah seorang sahabat bernama Mughirah seperti dikutip dari buku, The Khalifah Abu Bakar-Umar-Utsman-Ali karya Abdul Latip atas pembaringan dalam kondisi luka parah, Umar menegaskan bahwa dia tidak akan mengangkat anggota keluarganya menjadi khalifah. "Aku tidak akan mengangkat anggota keluargaku sebagai khalifah. Aku haramkan mereka memegang jabatan itu," begitu kata pria yang oleh Rasulullah SAW diberi julukan Al-Faruq Umar pun menunjuk enam sahabat untuk bermusyawarah menentukan nama khalifah baru pengganti dirinya. Enam orang yang kemudian disebut sebagai Majelis Syuro itu adalah Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abu Waqash, Az Zubair bin Al-Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam buku, Biografi Utsman bin Affan mengatakan, Umar berusaha menjauhkan kerabatnya dari kekuasaan. Padahal ketika itu ada dua anggota keluarganya yakni, putranya Abdullah bin Umar dan kerabatnya Said bin Umar wafat dan dimakamkan di samping makam Rasulullah SAW dan Abu Bakar, enam orang anggota Majelis Syuro berkumpul di rumah al-Miswar bin Makramah. Abdullah putra Umar bin Khattab ikut hadir, hanya saja dia tidak memiliki hak suara. Namun kepada enam orang anggota Majelis Syuro Umar berpesan agar ketika terjadi perselisihan dalam menentukan khalifah, Abdullah bin Umar bisa dijadikan sebagai hakim setelah tiga hari bermusyawarah, Majelis Syuro dan umat Islam di Madinah sepakat mengangkat Utsman bin Affan menjadi khalifah menggantikan Umar bin Khattab. Menurut Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, Umar bin Khattab telah mewariskan sebuah lembaga politik tertinggi bernama Majelis Syuro yang tugasnya bermusyawarah memilih pemimpin negara atau khalifah."Sistem politik yang baru ini tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Terlebih prinsip musyawarah. Karena hasil keputusan enam orang dibaiat oleh kaum muslimin di masjid Jami'," tulis Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi. erd/erd
Berikutbiografi Khalifah kedua Umar Bin Khatab yang dikutip dari www.infobiografi.com: Biografi Singkat Nama: 'Umar bin al-KhattabLahir: 583 M Mekkah, Jazirah Arab. Wafat: 25 Dzulhijjah 23 Hijriyah (3 November 644 Masehi) Makam: Sebelah kiri makam Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi, Madinah.
Jakarta - Umar bin Khattab merupakan sosok sahabat Rasulullah SAW yang memiliki sifat yang kuat, tegas, berani, dan bijaksana. Sosok Umar sangat lekat di ingatan para kaum muslimin, bahkan kisah wafatnya selalu dikenang dan tak lekang oleh dari detikHikmah yang mengutip dari buku Teori dan Implementasi Kepemimpinan Strategis yang disusun oleh Tri Cicik Wijayanti, penyebab kematian Umar bin Khattab adalah karena dendam pribadi Abu Lukluk Fairuz, seorang budak yang fanatik. Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk pada saat menjadi imam sholat subuh pada Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 Lukluk sendiri adalah orang Persia yang masuk Islam setelah penaklukan Persia oleh Umar bin Khattab sebagai rangka ekspansi atau perluasan wilayah Islam. Pembunuhan tersebut dilatarbelakangi oleh rasa sakit hati Abu Lukluk akibat kekalahan Persia yang kala itu merupakan negara adidaya. Menurut Afdhal, dkk. menyebutkan dalam buku Sejarah Peradaban Islam, bahwa sebelum Abu Lukluk membunuh Umar bin Khattab, terdapat penyebaran konspirasi yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Persia. Menurut beberapa sumber, Umar bin Khattab ditusuk oleh Abu Lukluk menggunakan belati sebelum menghembuskan nafas terakhirnya Umar meninggalkan sebuah ajalnya, Umar memilih enam sahabatnya yakni Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin Auf, dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Umar kemudian berwasiat pada mereka agar memilih salah satu seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah selanjutnya ajal kian dekat dengannya, Umar bin Khattab lantas mengutus putrannya Abudallah bin Umar untuk menemui Aisyah, istri Rasulullah SAW, untuk menyampaikan salam pada Aisyah dan permohonannya agar diperkenankan untuk dimakamkan di samping Rasulullah yang tercantum dalam buku Kisah-Kisah Inspiratif Sahabat Nabi karya Muhammad Nasrulloh, Aisyah kemudian menyetujui permohonan tersebut. Meskipun Aisya sendiri pun sangat ingin kelak dimakamkan di samping suaminya Rasulullah SAW dan ayahnya, Abu Bakar kemudian mengabarkan pada ayahnya perihal izin dari Aisyah. Umar bergembira sebab tempat itu adalah yang paling diinginkannya ketika dalam buku Kuliah Adab susunan 'Aabidah Ummu 'Aziizah, S. Pd. I, dkk., disebutkan bahwa muslim yang beriman dan taat ketika menghadapi kematian perlu disampaikan kabar gembira sebab seseorang yang saleh dan terkenal baik hendaknya digembirakan dengan pahala dari Allah sebagaimana janji-Nya atas orang-orang yang Umar bin Khattab menghadapi kematian, ia didatangi seorang lelaki dari kaum Anshar. Lelaki itu berkata padanya, "Bergembiralah wahai Amirul Mukminin atas kabar gembira dari Allah yang berupa ampunan atas dosa-dosamu yang terdahulu dengan masuknya engkau dalam Islam, juga dijadikannya engkau sebagai pengganti Rasulullah dan engkau menjadi pemimpin yang adil, dan bergembira pulalah engkau atas nikmat kesyahidan yang sebentar lagi kau dapatkan setelah ini semua."Kemudian, Umar bin Khattab menjawab, "Wahai anak saudaraku, aku berharap cukuplah aku dimatikan dalam keadaan baik." al-Munjid 9.Kepemimpinan Setelah Umar bin KhattabSetelah wafatnya Umar bin Khattab, Utsman bin Affan mengambil alih jabatan khalifah. Berbeda dengan karakter Umar bin Khattab yang berbadan kuat dan kekar serta sangat memperhatikan tanggung jawab dirinya dan bawahannya, Utsman bin Affan memiliki sifat yang lebih lembut dan santun perangainya dalam terpuji dan kebaikan Utsman bin Affan telah berhasil membimbing kaum muslimin. Bahkan mengutip buku Kisah-Kisah Islam Yang Menggetarkan Hati oleh Hasan Zakaria Fulaifal, disebutkan bahwa Umar bin Khattab hidup dalam kemisikinan dan meninggal dalam keadaan berhutang, sementara yang melunasinya adalah Utsman bin Affan ketika belum seminggu sejak kematian Umar bin kisah meninggalnya Umar bin Khattab, salah satu khalifah kebanggan umat muslim. Umar bin Khattab membuktikan bahwa kematian bagi orang yang beriman lagi saleh adalah kabar baik karena segala amalan baik yang telah dikerjakannya selama di dunia akan menolongnya di akhirat kelak. Simak Video "Menikmati Pemandangan Kota dari Atas Bukit Galumpang" [GambasVideo 20detik] alk/alk PemimpinSejati Umar bin Khattab. Sabtu 09 Mei 2020 03:30 WIB. Kisah kepemimpinan Umar bin Khattab sangat fenomenal. Sosok yang menjadi rujukan kepemimpinan ideal kaum muslim. Khalifah Umar merupakan salah satu di antara generasi terbaik sahabat Rasulullah SAW, pemimpin yang sangat terkenal dan disegani dalam sejarah peradaban Islam.
Oleh Harun HuseinPemilihan Umar bin Khattab Model Kedua Pergantian khalifah lewat surat wasiat yang dibacakan ke hadapan kaum Muslimin, kemudian kaum Muslim memberikan bai’at. Berikut kronologinya* Menjelang wafatnya, Abu Bakar mewasiatkan jabatan khalifah kepada Umar. Yang menuliskan wasiat itu adalah Utsman Bin Affan. Setelah itu wasiat tersebut dibacakan ke hadapan kaum Muslimin dan mereka mengakuinya serta tunduk dan mematuhi wasiat tersebut.* Umar adalah yang pertama bergelar amirul mukminin. Konon yang pertama memanggilnya demikian adalah Al-Mughirah bin Syu’bah.* Imam Bukhari menulis bahwa saat Umar terbaring menjelang wafat, usai ditikam oleh Abu Lu’luah, ada yang menyatakan kepada Umar, “Tidakkah engkau menunjuk penggantimu wahai amirul mukminin.” Umar menjawab, “Jika aku memilih penggantiku sebagai khalifah maka sesungguhnya hal itu telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku, yaitu Abu Bakar. Dan jika aku tidak menunjuk pengganti, maka hal itu telah dilakukan juga oleh orang yang lebih baik dariku, yaitu Rasulullah.”* Umar menyatakan, “Aku tidak mendapati ada orang yang lebih berhak memegang urusan ini menjadi khalifah selain dari enam orang yang Rasulullah rela atas mereka ketika wafatnya.” Keenam orang itu adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf. Mereka inilah yang menjadi anggota majelis syura untuk memilih khalifah.* Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa al-Nihayah menyatakan dengan cara Umar menggabungkan apa yang dilakukan Rasulullah yaitu tidak menjatuhkan pilihan dan cara Abu Bakar yang mewasiatkan penggantinya, dan menyerahkan perkara pengangkatan khalifah kepada sebuah majelis syura.* Umar tidak menunjuk Sa’id bin Zaid sebagai anggota majelis syura, sebab dia berasal dari kabilah umar dan dikhawatirkan dia kelak terpilih disebabkan kekerabatannya, namun menyatakan dia menjadi saksi atas proses yang dilakukan panitia enam tersebut. Sa’id bin Zaid adalah satu dari sepuluh orang yang dijamin Rasulullah masuk surga sembilan lainnya adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Abdullah, dan Abu Ubaidillah bin Jarrah.* Sebuah riwayat menyebutkan Umar juga mengecualikan anaknya, Abdullah bin Umar, dari hak terpilih sebagai khalifah, karena khawatir jabatan khalifah menjadi jabatan turun-temurun.
. 289 208 317 66 401 235 459 477

cara pemilihan umar bin khattab